Rabu, 15 April 2015

Kerajaan Islam Maluku, Ternate dan Tidore

TERNATE DAN TIDORE


Oleh :
Nama           : I Gusti Made Mahardika
Nis/ Absen   : 7364/ 09
Kelas            : X PBB 1


SMA NEGERI  1  UBUD
Jl. Sweta, Sambahan, Ubud, Bali, 80571, Indonesia. Telp: +62-0361-973492. Fax: + 62-0361-973492
2014 / 2015


KATA PENGANTAR


Om, Swastyastu,
       Puji Syukur saya panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat yang beliau limpahkan kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
        Tak lupa, saya juga mengucapkan banyak terima kasih, kepada Bapak Guru yang telah membimbing saya dalam menyelesaikan tugas ini.
        Saya menyadari bahwa, makalah yang saya buat ini jauh dari sempurna, maka dari itu saya mohon kepada pembaca agar memberikan kritik dan saran, agar pembuatan makalah yang berikutnya bisa lebih baik, dan semoga makalah yang saya buat ini bisa bermanfaat.




Penyusun




BAB I

PENDAHULUAN



1.1  Latar Belakang

Di Indonesia terdapat berbagai jenis kerajaan-kerajaan yang bercorak

Islam yang membujur dari sabang sampai merauke. Agama Islam pertama masuk ke Indonesia melalui proses perdagangan, pendidikan, dll. Salah satu kerajaan Islam di Indonesia berada Kepulauan Maluku, yaitu terdapat dua kerajaan besar yang bercorak Islam yaitu Ternate dan Tidore. Kedua kerajaan tersebut terletak di sebelah barat Pulau Halmahera di Maluku Utara. Pusat kedua kerajaan tersebut masing-masing di Pulau Ternate dan Tidore, namun wilayah kekuasaannya mencangkup sejumlah pulau di Kepulauan Maluku dan Papua.

Kepulauan Maluku mendapat julukan “The Spicy Islands”, karena Kepulauan Maluku memliki letak strategis dalam perdagangan dunia di kawasan timur Nusantara. Pada waktu itu kepulauan Maluku merupakan penghasil rempah-rempah terbesar.
1.2  Rumusan Masalah

-        Bagaimana  sejarah Kerajaan Ternate ?
-        Bagaimana sejarah Kerajaan Tidore ?
-        Jelaskan kehidupan ekonomi Ternate dan Tidore?
-        Bagaimana  kehidupan sosial budaya masyarakat Ternate dan Tidore ?

1.3  Tujuan Penulisan

-        Untuk mengetahui sejarah Kerajaan Ternate
-        Untuk mengetahui sejarah Kerajaan Tidore
-        Untuk mengetahui kehidupan ekonomi Kerajaan Ternate dan Tidore
-        Untuk mengetahui kehidupan sosial budaya Kerjaan Ternate dan Tidore


BAB II

PEMBAHASAN

A.   Sejarah Kerajaan Ternate

(Masjid Sultan Ternate)
Semula di Maluku terdapat 4 buah kerajaan. yaitu Ternate, Tidore, Bacan dan Jailolo. Antara ke 4 kerajaan itu selalu terjadi perselisian untuk memperebutkan daerah penghasil rempah-rempah ( cengkeh, pala dan fuli). Akhirnya kerajaan Ternate lah yang memegang kedudukan penting. Bandar Ternate menjadi pusat perdagangan rempah- rempah di Maluku Utara.
a.      Agama Islam tersiar masuk abad 15
Sejak dulu pedagang-pedagang dari Indonesia Barat khususnya dan Jawa banyak yang datang berdagang di Maluku. Mereka membawa barang-barang kebutuhan rakyat, seperti: beras.gula merah, garam, dan textil. Sebaliknya pedagang-pedagang itu membeli rempah-rempah untuk diperdagangkan ke bandar- bandar di sekitar Selat Malaka. Sambil berdagang mereka juga menyebar atau mengsiarkan agama Islam di Maluku. Setelah disana banyak penganut agama Islam, banyak pemuda yang dikirimkan ke Jawa Timur untuk memperdalam menyempurnakan ilmu agamanya.
Adapun raja Ternate yang pertama-tama menganut agama Islam ialah Sultan Marhum (1465 - 1486). Sejak itu Ternate menjadi pusat Islam di Maluku. Pada akhir abad-16 agama Islam tersiar hingga Mindanao (Philipina Selatan), karena Mindanao menjadi daerah kekuasaan Ternate.
b.      Persaingan Ternate — Tidore
Telah berabad-abad lamanya antara Ternate dan Tidore terjadi persaingan—pertentangan. Baik Ternate maupun Tidore selalu berusaha untuk menguasai sendiri seluruh hasil rempah- rempah. Hal itu menyebabkan timbulnya 2 persekutuan yang memecah persatuan rakyat Maluku. Kedua persekutuan tadi ialah: 
1.      Persekutuan 5 (uli— lima) dipimpin oleh Ternate
2.      2.Persekutuan 9 (uli— siwa) dipimpin oleh Tidore.
c.       Hubungan Ternate dengan orang Portugis
      Orang Portugis pertama kali datang di Maluku pada tanun 1512. Mereka disambut dengan baik oleh Ternate maupun Tidore. Selanjutnya baik Ternate maupun Tidore, saling berusaha untuk menarik orang Portugis ke pihaknya. Keduanya menawarkan kepada Portugis untuk mendirikan pangkalan tetap di sana serta menjadi pembeli tunggal cengkeh
Tawaran Ternate dan Tidore itu mernpunyai 2 tujuan:
1.      Agar Portugis menjadi langganan tetap hingga méndatangkan keuntungan yang besar.
2.      Agar Portugis menjadi sekutu yang setia guna menghadapi lawan atau saingannya.
Portugis akhirnya memilih bersekutu atau bersahabat dengan Ternate. Sebagai realisasi dan persekutuan itu, pada tahun 1521 Portugis mendirikan benteng Santo Paolo di Ternate. Dengan benteng Santo Paolo sebagai basis kekuatannya, setapak demi setapak Portugis hendak  menguasai seluruh Maluku. Sultan Ternate, yaitu Hairun dengan putranya Baabullah dipaksa untuk mengakui kekuasaan raja Portugal (1564).
d.      Persaingan Portugis — Spanyol di Maluku
Sultan Tidore yang merasã diabaikan oleh Portugis kemudian bersahabat dengan Spanyol (tahun 1526). Persaingan dan pertentangan antara Ternate- Portugis di satu pihak dengan Tidore Spanyol di lain pihak mengeruhkan suasana Maluku. Masing-masing pihak selalu mencari keuntungan sendiri-sendiri. Berhubung dengan kehadiran Spanyol di Maluku, raja Portugal mengajukan protes keras. karena dianggap melanggar perjanjian Tordesillas tahun 1494. Untuk melerai persengketaan antara Portugal — Spanyol mengenai soal Maluku lalu diadakan perjanjian di Saragosa pada tahun 1 529.Perjanjian tersebut antara lain : menentukan: Maluku diserahkan kepada Portugal. sedangkan Spanyol memperoleh Pilipina.
e.       Rakyat Ternate mengusir orang Portugis
 Sultan Hairun yang dengari paksa disuruh mengakui kekuasaan raja Portugal tidak pernah menghiraukan soal itu. Beliau tetap menjalankan politik pemerintahan atas kemauannya sendiri. Oleh sebab itulah kerjasama Ternate — Portugis makin lama makin memburuk. Hubungan yang tidak serasi lebih dirusakkan oleh sikap atau perbuatan gubernur dan orang-orang Portugis yang loba-tamak karena ingin lekas kaya. Ketika gubernur De Mesquita hendak merampas hak Sultan atas keuntungan dalam perdagangan cengkeh, Sultan mempertahankannya mati-matian. Pertempuran yang hampir pecah dapat dielakkan. Persahabatan akan diadakan kembali. Kemudian upacara perdamaian diadakan. Hairun bersumpah atas Al Qur’an Sedang De Mesquita bersumpah atas kitab Injil. Akan tetapi ketika Hairun berkunjung ka benteng Portugis, dengan tiba-tiba ía dibunuh (1570).
Peristiwa pembunuhan Hairun menggemparkan seluruh Ternate. Dibawah pimpinan Sultannya yang baru, yaitu Baabullah (1 570—1 583) rakyat Ternate bangkit melawan orang Portugis. Bahkan Sultan Tidore juga membantu Baabullah. Akhirnya orang-orang Portugis dapat ditundukkàn. Orang Portugis yang menyerah diperlakukan dengan baik oleh rakyat Ternate. Setelah tahun 1575 kekuasaan Portugis di Ternate dan Maluku Utara berakhir. Selanjutnya Portugis memindahkan pusat kegiatannya ke Ambon hingga tahun 1605. Pada tahun 1 605 itu Portugis diusir dari Ambon oleh VOC.
f.       Masa kebesaran dan keruntuhan Ternate
      Di bawah pemerintah Sultan Baabullah, Ternate mengalami kebesarannya. Selain Baabullah berhasil mengenyahkan kekuasaan orang Portugis dan Maluku Utara, Baabullah berhasil pula meluaskan kekuasaannya hingga Mindanao di sebelah Utara dan Hitu (Ambon) di sebelah selatan. Kekuasaan Ternate meliputi 72 pulau besar dan kecil. Sedangkan usaha Ternate untuk menguasai Tidore mengalami kegagalan. Demikian pula usahanya untuk mengusir Portugis dari Ambon.
Sepeninggal Baabullah pada tahun 1583, takhta jatuh ketangan putranya: Sahid Barkat. Lambat laun kebesaran Ternate mulai suram, karena menghadapi tekanan yang berat dari Spanyol di sebelah utara dan VOC di sebelah selatan. Kemudian setelah Spanyol memusatkan seluruh perhatiannya ke Pilipina, VOC dengan leluasa menanamkan pengaruhnya di Maluku. Sultan Ternate dan Tidore mengakui kekuasaan VOC hingga bukan lagi sebagai suatu negara yang bebas dan merdeka (pertengahan abad 17).

B.   Sejarah Kerajaan Tidore

Sultan Saifuddin (1657-1689)

Kerajaan Tidore merupakan salah satu kerajaan Islam yang berada di kepulauan Maluku. Kesultanan ini berpusat di wilayah Kota Tidore Maluku Utara. Masa kejayaan kesultanan Tidore terjadi sekitar abad ke-16 sampai abad ke-18. Pada masa kejayaannya kerajaan ini menguasai sebagian besar Halmahera selatan, Pulau Buru, Ambon, dan banyak pulau-pulau di pesisir Papua barat.
Pada tahun 1521, Sultan Mansur dari Tidore menerima Spanyol sebagai sekutu untuk mengimbangi kekuatan Kesultanan Ternate saingannya yang bersekutu dengan Portugis. Setelah mundurnya Spanyol dari wilayah tersebut pada tahun 1663 karena protes dari pihak Portugis sebagai pelanggaran terhadap Perjanjian Tordesillas 1494, Tidore menjadi salah kerajaan paling independen di wilayah Maluku. Terutama di bawah kepemimpinan Sultan Saifuddin (memerintah 1657-1689), Tidore berhasil menolak pengusaan VOC terhadap wilayahnya dan tetap menjadi daerah merdeka hingga akhir abad ke-18.
Sebagai kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Tidore dalam kehidupan sehari-harinya banyak menggunakan hukum Islam . Hal itu dapat dilihat pada saat Sultan Nuku dari Tidore dengan De Mesquita dari Portugis melakukan perdamaian dengan mengangkat sumpah dibawah kitab suci Al-Qur’an.
a.      Sejarah Pendirian
      Info sumber mengenai pusat kerajaan tidore belum dapat dipastikan sejak awal berdirinya hingga raja yang ke-4. Barulah pada era Jou Kolano Balibunga, informasi mengenai pusat kerajaan Tidore sedikit terkuak, itupun masih dalam perdebatan. Tempat tersebut adalah Balibunga, namun para pemerhati sejarah berbeda pendapat dalam menentukan di mana sebenarnya Balibunga ini. Ada yang mengatakannya di Utara Tidore, dan adapula yang mengatakannya di daerah pedalaman Tidore selatan.
      Pada tahun 1495 M syariat islam mulai digunakan dalam system pemerintahan kerajaan. Gelar raja berubah menjadi Sultan. Sultan Ciriliyati naik tahta dan menjadi penguasa Tidore pertama yang memakai gelar Sultan. Saat itu, pusat kerajaan berada di Gam Tina. Ketika Sultan Mansyur naik tahta tahun 1512 M, ia memindahkan pusat kerajaan dengan mendirikan perkampungan baru di Rum Tidore Utara. Posisi ibukota baru ini berdekatan dengan Ternate, dan diapit oleh Tanjung Mafugogo dan pulau Maitara. Dengan keadaan laut yang indah dan tenang, lokasi ibukota baru ini cepat berkembang dan menjadi pelabuhan yang ramai.
Dalam sejarahnya, terjadi beberapa kali perpindahan ibukota karena sebab yang beraneka ragam. Pada tahun 1600 M, ibukota dipindahkan oleh Sultan Mole Majimo(Ala ud-din Syah) ke Toloa di selatan Tidore. Perpindahan ini disebabkan meruncingnya hubungan dengan Ternate, sementara posisi ibukota sangat dekat, sehingga sangat rawan mendapat serangan. Pendapat lain menambahkan bahwa, perpindahan didorong oleh keinginan untuk berdakwah membina komunitas Kolano Toma Banga yang masih animis agar memeluk Islam. Perpindahan ibukota yang terakhir adalah ke Limau Timore di masa Sultan Saif ud-din (Jou Kota). Limau Timore ini kemudian berganti nama menjadi Soa-Sio hingga saat ini.

b.      Masa Kejayaan
      Masa kejayaan Kesultanan Tidore ketika pada masa pemerintahan Sultan Nuku (1780-1805 M). Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk bersama-sama melawan Belanda yang dibantu Inggris. Belanda kalah serta terusir dari Tidore dan Ternate. Sementara itu, Inggris tidak mendapat apa-apa kecuali hubungan dagang biasa. Sultan Nuku memang cerdik, berani, ulet, dan waspada. Sejak saat itu, Tidore dan Ternate tidak diganggu, baik oleh Portugis, Spanyol, Belanda maupun Inggris sehingga kemakmuran rakyatnya terus meningkat. Wilayah kekuasaan Tidore cukup luas, meliputi Pulau Seram, Makean Halmahera, Pulau Raja Ampat, Kai, dan Papua. Pengganti Sultan Nuku adalah adiknya, Zainal Abidin. Ia juga giat menentang Belanda yang berniat menjajah kembali.
      Kerajaan Tidore terkenal dengan rempah-rempahnya, seperti di daerah Maluku. Sebagai penghasil rempah-rempah, kerajaan Tidore banyak didatangi oleh Bangsa-bangsa Eropa. Bangsa Eropa yang datang ke Maluku, antara lain Portugis, Spanyol, dan Belanda.

c.       Wilayah Kekuasaan
      Pada masa kejayaannya, wilayah kerajaan Tidore mencakup kawasan yang cukup luas hingga mencapai Kepulauan Pasifik. Wilayah sekitar pulau Tidore yang menjadi bagian wilayahnya adalah Papua, gugusan pulau-pulau Raja Ampat dan pulau Seram. Di Kepulauan Pasifik, kekuasaan Tidore mencakup Mikronesia, Kepulauan Marianas, Marshal, Ngulu, Kepulauan Kapita Gamrange, Melanesia, Kepulauan Solomon dan beberapa pulau yang masih menggunakan identitas Nuku, seperti Nuku Haifa, Nuku Oro, Nuku Maboro dan Nuku Nau. Wilayah lainnya yang termasuk dalam kekuasaan Tidore adalah Haiti dan Kepulauan Nuku Lae-lae, Nuku Fetau, Nuku Wange dan Nuku Nono.


d.      Struktur Pemerintahan
      Sistem pemerintahan di Tidore cukup mapan dan berjalan dengan baik. Struktur tertinggi kekuasaan berada di tangan sultan. Menariknya, Tidore tidak mengenal sistem putra mahkota sebagaimana kerajaan-kerajaan lainnya di kawasan Nusantara. Seleksi sultan dilakukan melalui mekanisme seleksi calon-calon yang diajukan dari Dano-dano Folaraha (wakil-wakil marga dari Folaraha), yang terdiri dari Fola Yade, Fola Ake Sahu, Fola Rum dan Fola Bagus. Dari nama-nama ini, kemudian dipilih satu di antaranya untuk menjadi sultan.
      Ketika Tidore mencapai masa kejayaan di era Sultan Nuku, sistem pemerintahan di Tidore telah berjalan dengan baik. Saat itu, sultan (kolano) dibantu oleh suatu Dewan Wazir, dalam bahasa Tidore disebut Syara, adat se nakudi. Dewan ini dipimpin oleh sultan dan pelaksana tugasnya diserahkan kepada Joujau (perdana menteri). Anggota Dewan wazir terdiri dari Bobato pehak raha (empat pihak bobato; semcam departemen) dan wakil dari wilayah kekuasan. Bobato ini bertugas untuk mengatur dan melaksanakan keputusan Dewan Wazir. Empat bobato tersebut adalah:
1.                  Pehak labe, semacam departemen agama yang membidangi masalah syariah. Anggota pehak labe terdiri dari para kadhi, imam, khatib dan modem
2.                  Pehak adat bidang pemerintahan dan kemasyarakatan yang terdiri dari Jojau, Kapita Lau (panglima perang), Hukum Yade (menteri urusan luar), Hukum Soasio (menteri urusan dalam) dan Bobato Ngofa (menteri urusan kabinet).
3.                  Pehak Kompania (bidang pertahanan keamanan) yang terdiri dari Kapita Kie, Jou Mayor dan Kapita Ngofa.
4.                  Pehak juru tulis yang dipimpin oleh seorang berpangkat Tullamo (sekretaris kerajaan). Di bawahnya ada Sadaha (kepala rumah tangga), Sowohi Kie (protokoler kerajaan bidang kerohanian), Sowohi Cina (protokoler khusus urusan orang Cina), Fomanyira Ngare (public relation kesultanan) dan Syahbandar (urusan administrasi pelayaran).
Selain itu masih ada jabatan lain yang membantu menjalankan tugas pemerintahan, seperti Gonone yang membidangi intelijen dan Serang oli yang membidangi urusan propaganda
e.       Masuknya Bangsa Eropa Ke Tidore
         Sultan kedua Tidore adalah Almansur yang naik takhta pada tahun 1512 dan kemudian ia menetapkan Mareku sebagai pusat pemerintahan. Ia adalah Sultan yang menerima kedatangan Spanyol di Tidore untuk beraliansi secara strategis sebagai jawaban atas aliansi yang dibangun oleh Ternate dan Portugis. Spanyol tiba di Tidore pada tanggal 8 November 1521, turut serta dalam rombongan kapal armada Magellan, Pigafetta, seorang etnolog dan sejarawan Italia.
         Sultan Almansur memberikan tempat bagi Spanyol untuk melakukan perdagangan di Tidore. Sepotong kain merah ditukar dengan cengkih satu bahar (550 pon), 50 pasang gunting dengan satu bokor cengkih, tiga buah gong dengan dua bokor cengkih. Dengan cepat cengkih di seluruh Tidore ludes, sehingga harus dicari di tempat lain seperti Moti, Makian dan Bacan. Demikianlah kerjasama antara Tidore dan Spanyol semakin berkembang, tidak hanya di bidang perekonomian tetapi juga di bidang militer.
         Pada tahun 1524, didasari persaingan ekonomi berupa penguasaan wilayah perdagangan rempah-rempah, pasukan gabungan Ternate dan Portugis yang berjumlah 600 orang menyerbu Tidore dan berhasil masuk ke ibukota Mareku. Hal yang menarik adalah, meski serangan gabungan tersebut mencapai ibukota Tidore, mereka tidak dapat menguasai Tidore sepenuhnya dan berhasil dipukul mundur beberapa waktu kemudian. Dua tahun berikutnya (1526) Sultan Almansur wafat tanpa meninggalkan pengganti.
         Kegagalan serangan tersebut berujung dilakukannya perjanjian Zaragosa antara Raja Portugis, John III dan Raja Spanyol, Charles V pada tahun 1529. Dengan imbalan sebesar 350.000 ducats, Charles V bersedia melepaskan klaimnya atas Maluku, namun demikian hal tersebut tidak serta merta menyebabkan seluruh armada Spanyol keluar dari Maluku.
         Pada tahun yang sama dengan Perjanjian Zaragosa, putera bungsu Almansur, Amiruddin Iskandar Zulkarnaen, dilantik sebagai Sultan Tidore dengan dibantu oleh Kaicil Rade seorang bangsawan tinggi Kesultanan Tidore sebagai Mangkubumi. Dimasanya terjadi tribulasi, ketika Gubernur Portugis di Ternate, Antonio Galvao, memutuskan untuk kembali meyerang Tidore. Pasukan Portugis mendapatkan kemenangan atas Tidore pada tanggal 21 Desember 1536 dan mengakibatkan Tidore harus menjual seluruh rempah-rempahnya kepada Portugis dengan imbalan Portugis akan meninggalkan Tidore.
         Pada tahun 1547, Sultan Amiruddin Iskandar Zulkarnaen wafat dan digantikan oleh Sultan Saifuddin, demikian pula tongkat estafet kesultanan berikutnya, berturut-turut Kie Mansur, Iskandar Gani dan Gapi Baguna hingga tahun 1599. Pada era tersebut tidak terjadi sesuatu yang luar biasa di Kesultanan Tidore, kecuali pada tahun 1578 Portugis membangun Benteng “Dos Reis Mogos” di Tidore. Namun demikian benteng tersebut tidak mencampuri urusan internal kesultanan.
         Kejadian penting lainnya yang patut dicatat adalah terjadinya unifikasi kekuatan Portugis dan Spanyol di Maluku di bawah pimpinan Raja Spanyol pada tahun 1580. Sehingga demikian semua benteng Portugis dan Spanyol di seluruh kepulauan Maluku dapat digunakan oleh kedua belah pihak. Unifikasi ini sebenarnya didahului oleh kejadian sebelumnya, yaitu penaklukan benteng Portugis-Gamlamo di Ternate oleh Sultan Babullah, Sultan Ternate terbesar, pada tanggal 26 Desember 1575. Menyerahnya Gubernur Portugis terakhir di Maluku, Nuno Pareira de Lacerda, menunjukkan berakhirnya kekuasaan Portugis di Nusantara. Hal ini mengakibatkan mau tidak mau armada perang Portugis membentuk persekutuan dengan Spanyol di kepulauan Maluku.
         Pada tanggal 26 Maret 1606, Gubernur Jenderal Spanyol di Manila, Don Pedro da Cunha, mulai membaca gerak-gerik VOC-Belanda memperluas wilayah dagangnya hingga Maluku. Karena merasa terancam dengan kehadiran armada dagang VOC-Belanda yang mulai menjalin kerjasama dengan Kesultanan Ternate, ia memimpin pasukan menggempur Benteng Gamlamo tentu saja dengan bantuan dari Tidore yang pada waktu itu dipimpin oleh Sultan Mole Majimu.
         Spanyol berhasil menguasai Benteng Gamlamo di Ternate, tetapi tidak lama setelah itu VOC Belanda berhasil pula membuat benteng yang kemudian disebut sebagai “Fort Oranje” pada tahun 1607 di sebelah timur laut Benteng Gamlamo serta membangun garis demarkasi militer dengan Spanyol. Paulus van Carden ditujuk sebagai Gubernur Belanda pertama di Kepulauan Maluku.
         Ketika Sultan Tidore ke 12 memerintah yaitu Sultan Saifudin, pada tahun 1663 secara mengejutkan Spanyol menarik seluruh kekuatannya dari Ternate, Tidore dan Siau yang berada di Sulawesi Utara ke Filipina. Gubernur Jenderal Spanyol yang berada Manila, Manrique de Lara, membutuhkan semua kekuatan untuk mempertahankan Manila dari serangan bajak laut Cina, Coxeng. Gubernur Spanyol di Maluku, Don Francisco de Atienza Ibanez, nampak meninggalkan kepulauan Maluku pada bulan Juni 1663. Maka berakhirlah kekuasaan Spanyol di Kepulauan Maluku.
         Dengan tiadanya dukungan militer dari Spanyol, otomatis kekuatan Tidore melemah dan VOC-Belanda menjadi kekuatan militer terbesar satu-satunya di kepulauan yang kaya dengan rempah-rempah itu. Akhirnya Sultan Saifudin kemudian melakukan perjanjian dengan Laksamana Speelman dari VOC-Belanda pada tanggal 13 Maret 1667 yang mana isinya adalah : (1) VOC mengakui hak-hak dan kedaulatan Kesultanan Tidore atas Kepulauan Raja Empat dan Papua daratan (2) Kesultanan Tidore memberikan hak monopoli perdagangan rempah-rempah dalam wilayahnya kepada VOC.
         Batavia kemudian mengeluarkan Ordinansi untuk Tidore yang membatasi produksi cengkeh dan pala hanya pada Kepulauan Banda dan Ambon. Di luar wilayah ini semua pohon rempah diperintahkan untuk dibasmi. Pohon-pohon rempah yang ‘berlebih’ ditebang untuk mengurangi produksi rempah sampai seperempat dari masa sebelum VOC-Belanda memegang kendali perdagangan atas Maluku.
         Apa yang dilakukan oleh VOC-Belanda tersebut, yaitu memusnahkan atau eradikasi pohon-pohon cengkih di Kepulauan Maluku, disebut sebagai “Hongi Tochten”. Kesultanan Ternate sebenarnya telah terlebih dahulu mengadakan perjanjian yang berkenaan dengan “Hongi Tochten” pada tahun 1652 kemudian disusul oleh Tidore beberapa waktu berikutnya setelah Tidore mengakui kekuatan ekonomi-militer Belanda di Maluku. Pihak kesultanan menerima imbalan tertentu (recognitie penningen) dari pihak VOC akibat operasi ini. “Hongi Tochten” dilakukan akibat banyaknya penyelundup yang memasarkan cengkih ke Eropa sehingga harga cengkih menjadi turun drastis.
         Sepeninggal Sultan Saifudin, Kesultanan Tidore semakin melemah. Banyaknya pertentangan dan pemberontakan di kalangan istana kesultanan menyebabkan Belanda dengan begitu mudah mencaplok sebagian besar wilayah Tidore. Hal ini mencapai puncaknya hingga pemerintahan Sultan Kamaluddin (1784-1797), dimana sejarawan mencatat bahwa sultan ini memiliki perangai yang kurang baik. Namun demikian lambat laun situasi mulai berubah ketika Tidore memiliki Sultan yang terbesar sepanjang sejarah mereka yaitu Sultan Nuku.
         Pada tahun 1780, Nuku memproklamasikan dirinya sebagai Sultan Tidore dan menyatakan bahwa kesultanan-nya sebagai wilayah yang merdeka lepas dari kekuasaan VOC-Belanda. Kesultanan Tidore yang dimaksudkan olehnya meliputi semua wilayah Tidore yang utuh yaitu : Halmahera Tengah dan Timur, Makian, Kayoa, Kepulauan Raja Ampat, Papua Daratan, Seram Timur, Kepulauan Keffing, Geser, Seram Laut, Kepulauan Garang, Watubela dan Tor.
         Setelah berjuang beberapa tahun, Sultan Nuku memperoleh kemenangan yang gemilang. Ia berhasil membebaskan Kesultanan Tidore dari kekuasaan Belanda dan mengembalikan pamornya. Penghujung abad ke-18 dan permulaan abad ke-19 adalah era keemasan Tidore di bawah Nuku. Pada titik ini, kebesaran Sultan Nuku dapat dibandingkan dengan keagungan Sultan Babullah yang telah mengusir Portugis dari Ternate.
         Kemenangan-kemenangan yang diraih Sultan Nuku juga tidak lepas dari kondisi politik yang terjadi di negeri Belanda. Tahun 1794, Napoleon Bonaparte menyerbu Belanda yang mengakibatkan Raja Willem V mengungsi ke Inggris. Selama menetap di Inggris, ia mengeluarkan instruksi ke seluruh Gubernur Jenderal daerah jajahannya agar menyerahkan daerahnya ke Inggris supaya tidak jatuh ke tangan Perancis. Tahun 1796, Inggris menduduki. Ditambah dengan bubarnya VOC pada Desember 1799, maka hal ini semakin memperlemah kedudukan Belanda di Kepulauan Maluku.
         Tetapi pada tanggal 14 November 1805, Tidore kehilangan seorang sultan yang pada masa hidupnya dikenal sebagai “Jou Barakati” atau di kalangan orang Inggris disapa dengan “Lord of Forrtune”. Wafatnya Sultan Nuku dalam usia 67 tahun tidak hanya membawa kesedihan bagi rakyat Malaku, tetapi juga memberikan kedukaan bagi rakyat Tobelo, Galela dan Lolada yang telah bergabung ke dalam barisan Nuku sejak awal perjuangannya.
         Selain memiliki kecerdasan dan karisma yang kuat, Sultan Nuku terkenal akan keberanian dan kekuatan batinnya. Ia berhasil mentransformasi masa lalu Maluku yang kelam ke dalam era baru yang mampu memberikan kepadanya kemungkinan menyeluruh untuk bangkit dan melepaskan diri dari segala bentuk keterikatan, ketidakbebasan dan penindasan.

f.    Kemunduran Kerajaan Tidore
         Mundurnya Kerajaan Tidore disebabkan karena diadu domba dengan Kerajaan Ternate yang dilakukan oleh bangsa asing ( Spanyol dan Portugis ) yang bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan Tidore dan Sultan Ternate sadar bahwa mereka telah Diadu Domba oleh Portugis dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.

C.         Kehidupan Ekonomi Ternate dan Tidore
         Kepulauan Maluku terkenal dengan rempah-rempahnya. Rempah-rempah tersebut membuat Ternate dan Tidore menjadi daerah tujuan dagang Indonesia  bagian timur. Rempah-rempah yang dihasilkan seperti cengkeh dan nila.
         Banyak pedagang asing (Persia, Arab dan Cina) yang datang ke Ternate dan Tidore untuk membeli rempah-rempah. Dengan keadan tersebut membuat perdagangan di Maluku semakin ramai dan hal tersebut mendatangkan keuntungan bagi rakyat maluu. Dalam perkembangan selanjutnya Portugis datang ke Maluku dan hal tersebut menyebabkan perdagangan tidak lancar dan menyebabkan rakyat Maluku hidup sengsara.
D.         Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Ternate dan Tidore
         Kedatangan bangsa portugis di kepulauan Maluku bertujuan untuk menjalin perdagangan dan mendapatkan rempah-rempah. Bangsa Portugis juga ingin mengembangkan agama katholik. Dalam 1534 M, agama Katholik telah mempunyai pijakan yang kuat di Halmahera, Ternate, dan Ambon, berkat kegiatan Fransiskus Xaverius. Sebagian dari daerah maluku terutama Ternate sebagai pusatnya, sudah masuk agama islam. Oleh karena itu, tidak jarang perbedaan agama ini dimanfaatkan oleh orang-orang Portugis untuk memancing pertentangan antara para pemeluk agama itu. Dan bila pertentangan sudah terjadi maka pertentangan akan diperuncing lagi dengan campur tangannya orang-orang Portugis dalam bidang pemerintahan, sehingga seakan-akan merekalah yang berkuasa.
         Setelah masuknya kompeni Belanda di Maluku, semua orang yang sudah memeluk agama Katholik harus berganti agama menjadi Protestan. Hal ini menimbulkan masalah-masalah sosial yang sangat besar dalam kehidupan rakyat dan semakin tertekannya kehidupan rakyat. Keadaan ini menimbulkan amarah yang luar biasa dari rakyat Maluku kepada kompeni Belanda. Di Bawah pimpinan Sultan Ternate, perang umum berkobar, namun perlawanan tersebut dapat dipadamkan oleh kompeni Belanda. Kehidupan rakyat Maluku pada zaman kompeni Belanda sangat memprihatinkan sehingga muncul gerakan menentang Kompeni Belanda.










BAB III

PENUTUP



KATA PENUTUP


          Sekian dari makalah yang saya buat bila ada kesalahan kata yang tidak sengaja mohon di maafkan, untuk itu saya meminta agar pembaca memberikan kritik dan saran agar pembuatan makalah selanjutnya bisa lebih baik lagi.
           Semoga makalah yang saya buat ini bisa menambah wawasan pembaca mengenai Kerajaan Islam di Maluku, khususnya Ternate dan Tidore. Akhir kata saya ucapkan terima kasih














DAFTAR PUSTAKA

Sejarah Indonesia Mata Pelajaran Wajib untuk SMA/MA dan SMK/MK kelas X semester 2
Sumber lain:
















KRITIK…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..

SARAN………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………








Sekian. By the way, ini blog pertama aku lhoo... masaa?? bodoo.. hahaha. Berhubung ini blog pertamaku, ini masih sangat simple, baru belajar hehehe.. Nanti jangan lupa comment ya, kasi aku masukan. thanks ya udah mampir :) :)

Kata kunci: Makalah Kerajaan Ternate dan T, Kerajaan Islam di Maluku, Makalah, Tugas Sejarah

1 komentar:

  1. waahhh blognya sangat membantu, lain kali tampilannya dikerenin yah.. wajar sih baru pertama kali.. hehe

    BalasHapus