TERNATE
DAN TIDORE
Oleh :
Nama : I Gusti Made Mahardika
Nis/
Absen : 7364/ 09
Kelas : X PBB 1
SMA
NEGERI 1 UBUD
Jl. Sweta, Sambahan, Ubud,
Bali, 80571, Indonesia. Telp: +62-0361-973492. Fax: + 62-0361-973492
2014
/ 2015
KATA
PENGANTAR
Om, Swastyastu,
Puji
Syukur saya panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas rahmat yang beliau limpahkan kepada saya, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Tak
lupa, saya juga mengucapkan banyak terima kasih, kepada Bapak Guru yang telah
membimbing saya dalam menyelesaikan tugas ini.
Saya
menyadari bahwa, makalah yang saya buat ini jauh dari sempurna, maka dari itu
saya mohon kepada pembaca agar memberikan kritik dan saran, agar pembuatan
makalah yang berikutnya bisa lebih baik, dan semoga makalah yang saya buat ini
bisa bermanfaat.
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Di Indonesia terdapat berbagai jenis kerajaan-kerajaan yang
bercorak
Islam yang
membujur dari sabang sampai merauke. Agama Islam pertama masuk ke
Indonesia melalui proses perdagangan, pendidikan, dll. Salah satu kerajaan
Islam di Indonesia berada Kepulauan Maluku, yaitu terdapat dua kerajaan besar
yang bercorak Islam yaitu Ternate dan Tidore. Kedua kerajaan tersebut terletak
di sebelah barat Pulau Halmahera di Maluku Utara. Pusat kedua kerajaan tersebut
masing-masing di Pulau Ternate dan Tidore, namun wilayah kekuasaannya
mencangkup sejumlah pulau di Kepulauan Maluku dan Papua.
Kepulauan Maluku mendapat julukan
“The Spicy Islands”, karena Kepulauan Maluku memliki letak strategis dalam
perdagangan dunia di kawasan timur Nusantara. Pada waktu itu kepulauan Maluku
merupakan penghasil rempah-rempah terbesar.
1.2 Rumusan Masalah
-
Bagaimana sejarah Kerajaan Ternate ?
-
Bagaimana sejarah Kerajaan Tidore ?
-
Jelaskan kehidupan ekonomi Ternate
dan Tidore?
-
Bagaimana kehidupan
sosial budaya masyarakat Ternate dan Tidore ?
1.3
Tujuan
Penulisan
-
Untuk mengetahui sejarah Kerajaan
Ternate
-
Untuk mengetahui sejarah Kerajaan
Tidore
-
Untuk mengetahui kehidupan ekonomi
Kerajaan Ternate dan Tidore
-
Untuk mengetahui kehidupan sosial
budaya Kerjaan Ternate dan Tidore
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Kerajaan Ternate
(Masjid Sultan Ternate)
|
Semula di Maluku terdapat 4 buah
kerajaan. yaitu Ternate, Tidore, Bacan dan Jailolo. Antara ke 4 kerajaan itu
selalu terjadi perselisian untuk memperebutkan daerah penghasil rempah-rempah (
cengkeh, pala dan fuli). Akhirnya kerajaan Ternate lah yang memegang kedudukan
penting. Bandar Ternate menjadi pusat perdagangan rempah- rempah di Maluku
Utara.
a.
Agama
Islam tersiar masuk abad 15
Sejak
dulu pedagang-pedagang dari Indonesia Barat khususnya dan Jawa banyak yang
datang berdagang di Maluku. Mereka membawa barang-barang kebutuhan rakyat,
seperti: beras.gula merah, garam, dan textil. Sebaliknya pedagang-pedagang itu
membeli rempah-rempah untuk diperdagangkan ke bandar- bandar di sekitar Selat
Malaka. Sambil berdagang mereka juga menyebar atau mengsiarkan agama Islam di
Maluku. Setelah disana banyak penganut agama Islam, banyak pemuda yang
dikirimkan ke Jawa Timur untuk memperdalam menyempurnakan ilmu agamanya.
Adapun raja Ternate yang pertama-tama menganut agama Islam
ialah Sultan Marhum (1465 - 1486). Sejak itu Ternate menjadi
pusat Islam di Maluku. Pada akhir abad-16 agama Islam tersiar hingga Mindanao
(Philipina Selatan), karena Mindanao menjadi daerah kekuasaan Ternate.
b.
Persaingan
Ternate — Tidore
Telah berabad-abad lamanya antara Ternate dan Tidore terjadi
persaingan—pertentangan. Baik Ternate maupun Tidore selalu berusaha untuk
menguasai sendiri seluruh hasil rempah- rempah. Hal itu menyebabkan timbulnya 2
persekutuan yang memecah persatuan rakyat Maluku. Kedua persekutuan tadi ialah:
1.
Persekutuan 5 (uli— lima) dipimpin
oleh Ternate
2.
2.Persekutuan 9 (uli— siwa) dipimpin
oleh Tidore.
c.
Hubungan
Ternate dengan orang Portugis
Orang
Portugis pertama kali datang di Maluku pada tanun 1512. Mereka disambut dengan
baik oleh Ternate maupun Tidore. Selanjutnya baik Ternate maupun Tidore, saling
berusaha untuk menarik orang Portugis ke pihaknya. Keduanya menawarkan kepada
Portugis untuk mendirikan pangkalan tetap di sana serta menjadi pembeli tunggal
cengkeh
Tawaran
Ternate dan Tidore itu mernpunyai 2 tujuan:
1.
Agar Portugis menjadi langganan
tetap hingga méndatangkan keuntungan yang besar.
2.
Agar Portugis menjadi sekutu yang
setia guna menghadapi lawan atau saingannya.
Portugis
akhirnya memilih bersekutu atau bersahabat dengan Ternate. Sebagai realisasi dan
persekutuan itu, pada tahun 1521 Portugis mendirikan benteng Santo Paolo di
Ternate. Dengan benteng Santo Paolo sebagai basis kekuatannya, setapak demi
setapak Portugis hendak menguasai seluruh Maluku. Sultan Ternate,
yaitu Hairun dengan putranya Baabullah dipaksa
untuk mengakui kekuasaan raja Portugal (1564).
d.
Persaingan
Portugis — Spanyol di Maluku
Sultan
Tidore yang merasã diabaikan oleh Portugis kemudian bersahabat dengan Spanyol
(tahun 1526). Persaingan dan pertentangan antara Ternate- Portugis di satu
pihak dengan Tidore Spanyol di lain pihak mengeruhkan suasana Maluku.
Masing-masing pihak selalu mencari keuntungan sendiri-sendiri. Berhubung dengan
kehadiran Spanyol di Maluku, raja Portugal mengajukan protes keras. karena
dianggap melanggar perjanjian Tordesillas tahun 1494. Untuk
melerai persengketaan antara Portugal — Spanyol mengenai soal Maluku lalu
diadakan perjanjian di Saragosa pada tahun 1 529.Perjanjian
tersebut antara lain : menentukan: Maluku diserahkan kepada Portugal.
sedangkan Spanyol memperoleh Pilipina.
e.
Rakyat
Ternate mengusir orang Portugis
Sultan Hairun yang dengari paksa disuruh mengakui kekuasaan
raja Portugal tidak pernah menghiraukan soal itu. Beliau tetap menjalankan
politik pemerintahan atas kemauannya sendiri. Oleh sebab itulah kerjasama
Ternate — Portugis makin lama makin memburuk. Hubungan yang tidak serasi lebih
dirusakkan oleh sikap atau perbuatan gubernur dan orang-orang Portugis yang
loba-tamak karena ingin lekas kaya. Ketika gubernur De Mesquita hendak
merampas hak Sultan atas keuntungan dalam perdagangan cengkeh, Sultan
mempertahankannya mati-matian. Pertempuran yang hampir pecah dapat dielakkan.
Persahabatan akan diadakan kembali. Kemudian upacara perdamaian diadakan.
Hairun bersumpah atas Al Qur’an Sedang De Mesquita bersumpah atas kitab Injil.
Akan tetapi ketika Hairun berkunjung ka benteng Portugis, dengan tiba-tiba ía
dibunuh (1570).
Peristiwa
pembunuhan Hairun menggemparkan seluruh Ternate. Dibawah pimpinan Sultannya
yang baru, yaitu Baabullah (1 570—1 583) rakyat Ternate bangkit melawan orang
Portugis. Bahkan Sultan Tidore juga membantu Baabullah. Akhirnya orang-orang
Portugis dapat ditundukkàn. Orang Portugis yang menyerah diperlakukan dengan
baik oleh rakyat Ternate. Setelah tahun 1575 kekuasaan Portugis di Ternate dan
Maluku Utara berakhir. Selanjutnya Portugis memindahkan pusat kegiatannya ke
Ambon hingga tahun 1605. Pada tahun 1 605 itu Portugis diusir dari Ambon oleh
VOC.
f. Masa kebesaran dan keruntuhan Ternate
Di bawah pemerintah Sultan Baabullah, Ternate mengalami
kebesarannya. Selain Baabullah berhasil mengenyahkan kekuasaan orang Portugis
dan Maluku Utara, Baabullah berhasil pula meluaskan kekuasaannya hingga
Mindanao di sebelah Utara dan Hitu (Ambon) di sebelah selatan. Kekuasaan
Ternate meliputi 72 pulau besar dan kecil. Sedangkan usaha Ternate untuk
menguasai Tidore mengalami kegagalan. Demikian pula usahanya untuk mengusir
Portugis dari Ambon.
Sepeninggal
Baabullah pada tahun 1583, takhta jatuh ketangan putranya: Sahid Barkat.
Lambat laun kebesaran Ternate mulai suram, karena menghadapi tekanan yang berat
dari Spanyol di sebelah utara dan VOC di sebelah selatan. Kemudian setelah
Spanyol memusatkan seluruh perhatiannya ke Pilipina, VOC dengan leluasa
menanamkan pengaruhnya di Maluku. Sultan Ternate dan Tidore mengakui kekuasaan
VOC hingga bukan lagi sebagai suatu negara yang bebas dan merdeka (pertengahan
abad 17).
B.
Sejarah
Kerajaan Tidore
Kerajaan Tidore
merupakan salah satu kerajaan Islam yang berada di kepulauan Maluku. Kesultanan
ini berpusat di wilayah Kota Tidore Maluku Utara. Masa kejayaan kesultanan
Tidore terjadi sekitar abad ke-16 sampai abad ke-18. Pada masa kejayaannya
kerajaan ini menguasai sebagian besar Halmahera selatan, Pulau Buru, Ambon, dan
banyak pulau-pulau di pesisir Papua barat.
Pada
tahun 1521, Sultan Mansur dari Tidore menerima Spanyol sebagai sekutu untuk
mengimbangi kekuatan Kesultanan Ternate saingannya yang bersekutu dengan
Portugis. Setelah mundurnya Spanyol dari wilayah tersebut pada tahun 1663
karena protes dari pihak Portugis sebagai pelanggaran terhadap Perjanjian
Tordesillas 1494, Tidore menjadi salah kerajaan paling independen di wilayah
Maluku. Terutama di bawah kepemimpinan Sultan Saifuddin (memerintah 1657-1689),
Tidore berhasil menolak pengusaan VOC terhadap wilayahnya dan tetap menjadi
daerah merdeka hingga akhir abad ke-18.
Sebagai
kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Tidore dalam kehidupan sehari-harinya
banyak menggunakan hukum Islam . Hal itu dapat dilihat pada saat Sultan Nuku
dari Tidore dengan De Mesquita dari Portugis melakukan perdamaian dengan
mengangkat sumpah dibawah kitab suci Al-Qur’an.
a.
Sejarah Pendirian
Info sumber
mengenai pusat kerajaan tidore belum dapat dipastikan sejak awal berdirinya
hingga raja yang ke-4. Barulah pada era Jou Kolano Balibunga, informasi
mengenai pusat kerajaan Tidore sedikit terkuak, itupun masih dalam perdebatan.
Tempat tersebut adalah Balibunga, namun para pemerhati sejarah berbeda pendapat
dalam menentukan di mana sebenarnya Balibunga ini. Ada yang mengatakannya di
Utara Tidore, dan adapula yang mengatakannya di daerah pedalaman Tidore
selatan.
Pada tahun 1495 M syariat islam mulai
digunakan dalam system pemerintahan kerajaan. Gelar raja berubah menjadi
Sultan. Sultan Ciriliyati naik tahta dan menjadi penguasa Tidore pertama yang
memakai gelar Sultan. Saat itu, pusat kerajaan berada di Gam Tina. Ketika
Sultan Mansyur naik tahta tahun 1512 M, ia memindahkan pusat kerajaan dengan
mendirikan perkampungan baru di Rum Tidore Utara. Posisi ibukota baru ini
berdekatan dengan Ternate, dan diapit oleh Tanjung Mafugogo dan pulau Maitara.
Dengan keadaan laut yang indah dan tenang, lokasi ibukota baru ini cepat
berkembang dan menjadi pelabuhan yang ramai.
Dalam sejarahnya, terjadi beberapa kali perpindahan ibukota karena sebab yang beraneka ragam. Pada tahun 1600 M, ibukota dipindahkan oleh Sultan Mole Majimo(Ala ud-din Syah) ke Toloa di selatan Tidore. Perpindahan ini disebabkan meruncingnya hubungan dengan Ternate, sementara posisi ibukota sangat dekat, sehingga sangat rawan mendapat serangan. Pendapat lain menambahkan bahwa, perpindahan didorong oleh keinginan untuk berdakwah membina komunitas Kolano Toma Banga yang masih animis agar memeluk Islam. Perpindahan ibukota yang terakhir adalah ke Limau Timore di masa Sultan Saif ud-din (Jou Kota). Limau Timore ini kemudian berganti nama menjadi Soa-Sio hingga saat ini.
Dalam sejarahnya, terjadi beberapa kali perpindahan ibukota karena sebab yang beraneka ragam. Pada tahun 1600 M, ibukota dipindahkan oleh Sultan Mole Majimo(Ala ud-din Syah) ke Toloa di selatan Tidore. Perpindahan ini disebabkan meruncingnya hubungan dengan Ternate, sementara posisi ibukota sangat dekat, sehingga sangat rawan mendapat serangan. Pendapat lain menambahkan bahwa, perpindahan didorong oleh keinginan untuk berdakwah membina komunitas Kolano Toma Banga yang masih animis agar memeluk Islam. Perpindahan ibukota yang terakhir adalah ke Limau Timore di masa Sultan Saif ud-din (Jou Kota). Limau Timore ini kemudian berganti nama menjadi Soa-Sio hingga saat ini.
b.
Masa Kejayaan
Masa kejayaan Kesultanan Tidore ketika
pada masa pemerintahan Sultan Nuku (1780-1805 M). Sultan Nuku dapat menyatukan
Ternate dan Tidore untuk bersama-sama melawan Belanda yang dibantu Inggris.
Belanda kalah serta terusir dari Tidore dan Ternate. Sementara itu, Inggris
tidak mendapat apa-apa kecuali hubungan dagang biasa. Sultan Nuku memang
cerdik, berani, ulet, dan waspada. Sejak saat itu, Tidore dan Ternate tidak
diganggu, baik oleh Portugis, Spanyol, Belanda maupun Inggris sehingga
kemakmuran rakyatnya terus meningkat. Wilayah kekuasaan Tidore cukup luas,
meliputi Pulau Seram, Makean Halmahera, Pulau Raja Ampat, Kai, dan Papua.
Pengganti Sultan Nuku adalah adiknya, Zainal Abidin. Ia juga giat menentang
Belanda yang berniat menjajah kembali.
Kerajaan Tidore terkenal dengan
rempah-rempahnya, seperti di daerah Maluku. Sebagai penghasil rempah-rempah,
kerajaan Tidore banyak didatangi oleh Bangsa-bangsa Eropa. Bangsa Eropa yang
datang ke Maluku, antara lain Portugis, Spanyol, dan Belanda.
c.
Wilayah Kekuasaan
Pada masa kejayaannya, wilayah kerajaan
Tidore mencakup kawasan yang cukup luas hingga mencapai Kepulauan Pasifik.
Wilayah sekitar pulau Tidore yang menjadi bagian wilayahnya adalah Papua,
gugusan pulau-pulau Raja Ampat dan pulau Seram. Di Kepulauan Pasifik, kekuasaan
Tidore mencakup Mikronesia, Kepulauan Marianas, Marshal, Ngulu, Kepulauan
Kapita Gamrange, Melanesia, Kepulauan Solomon dan beberapa pulau yang masih
menggunakan identitas Nuku, seperti Nuku Haifa, Nuku Oro, Nuku Maboro dan Nuku
Nau. Wilayah lainnya yang termasuk dalam kekuasaan Tidore adalah Haiti dan
Kepulauan Nuku Lae-lae, Nuku Fetau, Nuku Wange dan Nuku Nono.
d.
Struktur Pemerintahan
Sistem pemerintahan di Tidore cukup mapan
dan berjalan dengan baik. Struktur tertinggi kekuasaan berada di tangan sultan.
Menariknya, Tidore tidak mengenal sistem putra mahkota sebagaimana
kerajaan-kerajaan lainnya di kawasan Nusantara. Seleksi sultan dilakukan
melalui mekanisme seleksi calon-calon yang diajukan dari Dano-dano Folaraha
(wakil-wakil marga dari Folaraha), yang terdiri dari Fola Yade, Fola Ake Sahu,
Fola Rum dan Fola Bagus. Dari nama-nama ini, kemudian dipilih satu di antaranya
untuk menjadi sultan.
Ketika
Tidore mencapai masa kejayaan di era Sultan Nuku, sistem pemerintahan di Tidore
telah berjalan dengan baik. Saat itu, sultan (kolano) dibantu oleh suatu Dewan
Wazir, dalam bahasa Tidore disebut Syara, adat se nakudi. Dewan ini dipimpin
oleh sultan dan pelaksana tugasnya diserahkan kepada Joujau (perdana menteri).
Anggota Dewan wazir terdiri dari Bobato pehak raha (empat pihak bobato; semcam
departemen) dan wakil dari wilayah kekuasan. Bobato ini bertugas untuk mengatur
dan melaksanakan keputusan Dewan Wazir. Empat bobato tersebut adalah:
1.
Pehak labe, semacam departemen agama
yang membidangi masalah syariah. Anggota pehak labe terdiri dari para kadhi,
imam, khatib dan modem
2.
Pehak adat bidang pemerintahan dan
kemasyarakatan yang terdiri dari Jojau, Kapita Lau (panglima perang), Hukum
Yade (menteri urusan luar), Hukum Soasio (menteri urusan dalam) dan Bobato
Ngofa (menteri urusan kabinet).
3.
Pehak Kompania (bidang pertahanan
keamanan) yang terdiri dari Kapita Kie, Jou Mayor dan Kapita Ngofa.
4.
Pehak juru tulis yang dipimpin oleh
seorang berpangkat Tullamo (sekretaris kerajaan). Di bawahnya ada Sadaha
(kepala rumah tangga), Sowohi Kie (protokoler kerajaan bidang kerohanian),
Sowohi Cina (protokoler khusus urusan orang Cina), Fomanyira Ngare (public
relation kesultanan) dan Syahbandar (urusan administrasi pelayaran).
Selain
itu masih ada jabatan lain yang membantu menjalankan tugas pemerintahan, seperti
Gonone yang membidangi intelijen dan Serang oli yang membidangi urusan
propaganda
e. Masuknya Bangsa
Eropa Ke Tidore
Sultan kedua Tidore adalah Almansur
yang naik takhta pada tahun 1512 dan kemudian ia menetapkan Mareku sebagai
pusat pemerintahan. Ia adalah Sultan yang menerima kedatangan Spanyol di Tidore
untuk beraliansi secara strategis sebagai jawaban atas aliansi yang dibangun
oleh Ternate dan Portugis. Spanyol tiba di Tidore pada tanggal 8 November 1521,
turut serta dalam rombongan kapal armada Magellan, Pigafetta, seorang etnolog
dan sejarawan Italia.
Sultan Almansur memberikan tempat bagi
Spanyol untuk melakukan perdagangan di Tidore. Sepotong kain merah ditukar
dengan cengkih satu bahar (550 pon), 50 pasang gunting dengan satu bokor
cengkih, tiga buah gong dengan dua bokor cengkih. Dengan cepat cengkih di
seluruh Tidore ludes, sehingga harus dicari di tempat lain seperti Moti, Makian
dan Bacan. Demikianlah kerjasama antara Tidore dan Spanyol semakin berkembang,
tidak hanya di bidang perekonomian tetapi juga di bidang militer.
Pada tahun 1524, didasari persaingan
ekonomi berupa penguasaan wilayah perdagangan rempah-rempah, pasukan gabungan
Ternate dan Portugis yang berjumlah 600 orang menyerbu Tidore dan berhasil
masuk ke ibukota Mareku. Hal yang menarik adalah, meski serangan gabungan
tersebut mencapai ibukota Tidore, mereka tidak dapat menguasai Tidore
sepenuhnya dan berhasil dipukul mundur beberapa waktu kemudian. Dua tahun
berikutnya (1526) Sultan Almansur wafat tanpa meninggalkan pengganti.
Kegagalan serangan tersebut berujung
dilakukannya perjanjian Zaragosa antara Raja Portugis, John III dan Raja
Spanyol, Charles V pada tahun 1529. Dengan imbalan sebesar 350.000 ducats,
Charles V bersedia melepaskan klaimnya atas Maluku, namun demikian hal tersebut
tidak serta merta menyebabkan seluruh armada Spanyol keluar dari Maluku.
Pada tahun yang sama dengan Perjanjian
Zaragosa, putera bungsu Almansur, Amiruddin Iskandar Zulkarnaen, dilantik
sebagai Sultan Tidore dengan dibantu oleh Kaicil Rade seorang bangsawan tinggi
Kesultanan Tidore sebagai Mangkubumi. Dimasanya terjadi tribulasi, ketika
Gubernur Portugis di Ternate, Antonio Galvao, memutuskan untuk kembali meyerang
Tidore. Pasukan Portugis mendapatkan kemenangan atas Tidore pada tanggal 21 Desember
1536 dan mengakibatkan Tidore harus menjual seluruh rempah-rempahnya kepada
Portugis dengan imbalan Portugis akan meninggalkan Tidore.
Pada tahun 1547, Sultan Amiruddin
Iskandar Zulkarnaen wafat dan digantikan oleh Sultan Saifuddin, demikian pula tongkat
estafet kesultanan berikutnya, berturut-turut Kie Mansur, Iskandar Gani dan
Gapi Baguna hingga tahun 1599. Pada era tersebut tidak terjadi sesuatu yang
luar biasa di Kesultanan Tidore, kecuali pada tahun 1578 Portugis membangun
Benteng “Dos Reis Mogos” di Tidore. Namun demikian benteng tersebut tidak
mencampuri urusan internal kesultanan.
Kejadian penting lainnya yang patut
dicatat adalah terjadinya unifikasi kekuatan Portugis dan Spanyol di Maluku di
bawah pimpinan Raja Spanyol pada tahun 1580. Sehingga demikian semua benteng
Portugis dan Spanyol di seluruh kepulauan Maluku dapat digunakan oleh kedua
belah pihak. Unifikasi ini sebenarnya didahului oleh kejadian sebelumnya, yaitu
penaklukan benteng Portugis-Gamlamo di Ternate oleh Sultan Babullah, Sultan
Ternate terbesar, pada tanggal 26 Desember 1575. Menyerahnya Gubernur Portugis
terakhir di Maluku, Nuno Pareira de Lacerda, menunjukkan berakhirnya kekuasaan
Portugis di Nusantara. Hal ini mengakibatkan mau tidak mau armada perang
Portugis membentuk persekutuan dengan Spanyol di kepulauan Maluku.
Pada tanggal 26 Maret 1606, Gubernur
Jenderal Spanyol di Manila, Don Pedro da Cunha, mulai membaca gerak-gerik
VOC-Belanda memperluas wilayah dagangnya hingga Maluku. Karena merasa terancam
dengan kehadiran armada dagang VOC-Belanda yang mulai menjalin kerjasama dengan
Kesultanan Ternate, ia memimpin pasukan menggempur Benteng Gamlamo tentu saja
dengan bantuan dari Tidore yang pada waktu itu dipimpin oleh Sultan Mole
Majimu.
Spanyol berhasil menguasai Benteng
Gamlamo di Ternate, tetapi tidak lama setelah itu VOC Belanda berhasil pula
membuat benteng yang kemudian disebut sebagai “Fort Oranje” pada tahun 1607 di
sebelah timur laut Benteng Gamlamo serta membangun garis demarkasi militer
dengan Spanyol. Paulus van Carden ditujuk sebagai Gubernur Belanda pertama di
Kepulauan Maluku.
Ketika Sultan Tidore ke 12 memerintah
yaitu Sultan Saifudin, pada tahun 1663 secara mengejutkan Spanyol menarik
seluruh kekuatannya dari Ternate, Tidore dan Siau yang berada di Sulawesi Utara
ke Filipina. Gubernur Jenderal Spanyol yang berada Manila, Manrique de Lara,
membutuhkan semua kekuatan untuk mempertahankan Manila dari serangan bajak laut
Cina, Coxeng. Gubernur Spanyol di Maluku, Don Francisco de Atienza Ibanez,
nampak meninggalkan kepulauan Maluku pada bulan Juni 1663. Maka berakhirlah
kekuasaan Spanyol di Kepulauan Maluku.
Dengan tiadanya dukungan militer dari
Spanyol, otomatis kekuatan Tidore melemah dan VOC-Belanda menjadi kekuatan
militer terbesar satu-satunya di kepulauan yang kaya dengan rempah-rempah itu.
Akhirnya Sultan Saifudin kemudian melakukan perjanjian dengan Laksamana
Speelman dari VOC-Belanda pada tanggal 13 Maret 1667 yang mana isinya adalah :
(1) VOC mengakui hak-hak dan kedaulatan Kesultanan Tidore atas Kepulauan Raja
Empat dan Papua daratan (2) Kesultanan Tidore memberikan hak monopoli
perdagangan rempah-rempah dalam wilayahnya kepada VOC.
Batavia kemudian mengeluarkan Ordinansi
untuk Tidore yang membatasi produksi cengkeh dan pala hanya pada Kepulauan
Banda dan Ambon. Di luar wilayah ini semua pohon rempah diperintahkan untuk
dibasmi. Pohon-pohon rempah yang ‘berlebih’ ditebang untuk mengurangi produksi
rempah sampai seperempat dari masa sebelum VOC-Belanda memegang kendali
perdagangan atas Maluku.
Apa yang dilakukan oleh VOC-Belanda
tersebut, yaitu memusnahkan atau eradikasi pohon-pohon cengkih di Kepulauan
Maluku, disebut sebagai “Hongi Tochten”. Kesultanan Ternate sebenarnya telah
terlebih dahulu mengadakan perjanjian yang berkenaan dengan “Hongi Tochten”
pada tahun 1652 kemudian disusul oleh Tidore beberapa waktu berikutnya setelah
Tidore mengakui kekuatan ekonomi-militer Belanda di Maluku. Pihak kesultanan
menerima imbalan tertentu (recognitie penningen) dari pihak VOC akibat operasi
ini. “Hongi Tochten” dilakukan akibat banyaknya penyelundup yang memasarkan
cengkih ke Eropa sehingga harga cengkih menjadi turun drastis.
Sepeninggal Sultan Saifudin, Kesultanan
Tidore semakin melemah. Banyaknya pertentangan dan pemberontakan di kalangan
istana kesultanan menyebabkan Belanda dengan begitu mudah mencaplok sebagian
besar wilayah Tidore. Hal ini mencapai puncaknya hingga pemerintahan Sultan
Kamaluddin (1784-1797), dimana sejarawan mencatat bahwa sultan ini memiliki
perangai yang kurang baik. Namun demikian lambat laun situasi mulai berubah
ketika Tidore memiliki Sultan yang terbesar sepanjang sejarah mereka yaitu
Sultan Nuku.
Pada tahun 1780, Nuku memproklamasikan
dirinya sebagai Sultan Tidore dan menyatakan bahwa kesultanan-nya sebagai
wilayah yang merdeka lepas dari kekuasaan VOC-Belanda. Kesultanan Tidore yang
dimaksudkan olehnya meliputi semua wilayah Tidore yang utuh yaitu : Halmahera
Tengah dan Timur, Makian, Kayoa, Kepulauan Raja Ampat, Papua Daratan, Seram
Timur, Kepulauan Keffing, Geser, Seram Laut, Kepulauan Garang, Watubela dan
Tor.
Setelah berjuang beberapa tahun, Sultan
Nuku memperoleh kemenangan yang gemilang. Ia berhasil membebaskan Kesultanan
Tidore dari kekuasaan Belanda dan mengembalikan pamornya. Penghujung abad ke-18
dan permulaan abad ke-19 adalah era keemasan Tidore di bawah Nuku. Pada titik
ini, kebesaran Sultan Nuku dapat dibandingkan dengan keagungan Sultan Babullah
yang telah mengusir Portugis dari Ternate.
Kemenangan-kemenangan yang diraih
Sultan Nuku juga tidak lepas dari kondisi politik yang terjadi di negeri
Belanda. Tahun 1794, Napoleon Bonaparte menyerbu Belanda yang mengakibatkan
Raja Willem V mengungsi ke Inggris. Selama menetap di Inggris, ia mengeluarkan
instruksi ke seluruh Gubernur Jenderal daerah jajahannya agar menyerahkan
daerahnya ke Inggris supaya tidak jatuh ke tangan Perancis. Tahun 1796, Inggris
menduduki. Ditambah dengan bubarnya VOC pada Desember 1799, maka hal ini
semakin memperlemah kedudukan Belanda di Kepulauan Maluku.
Tetapi pada tanggal 14 November 1805,
Tidore kehilangan seorang sultan yang pada masa hidupnya dikenal sebagai “Jou
Barakati” atau di kalangan orang Inggris disapa dengan “Lord of Forrtune”.
Wafatnya Sultan Nuku dalam usia 67 tahun tidak hanya membawa kesedihan bagi
rakyat Malaku, tetapi juga memberikan kedukaan bagi rakyat Tobelo, Galela dan
Lolada yang telah bergabung ke dalam barisan Nuku sejak awal perjuangannya.
Selain memiliki kecerdasan dan karisma
yang kuat, Sultan Nuku terkenal akan keberanian dan kekuatan batinnya. Ia
berhasil mentransformasi masa lalu Maluku yang kelam ke dalam era baru yang
mampu memberikan kepadanya kemungkinan menyeluruh untuk bangkit dan melepaskan
diri dari segala bentuk keterikatan, ketidakbebasan dan penindasan.
f. Kemunduran
Kerajaan Tidore
Mundurnya Kerajaan Tidore disebabkan
karena diadu domba dengan Kerajaan Ternate yang dilakukan oleh bangsa asing (
Spanyol dan Portugis ) yang bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil
rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan Tidore dan Sultan Ternate sadar bahwa mereka
telah Diadu Domba oleh Portugis dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan
berhasil mengusir Portugis dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku. Namun
kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk
menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil menaklukkan Ternate
dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk
organisasi yang kuat.
C.
Kehidupan
Ekonomi Ternate dan Tidore
Kepulauan Maluku terkenal dengan
rempah-rempahnya. Rempah-rempah tersebut membuat Ternate dan Tidore menjadi
daerah tujuan dagang Indonesia bagian
timur. Rempah-rempah yang dihasilkan seperti cengkeh dan nila.
Banyak pedagang asing (Persia, Arab dan
Cina) yang datang ke Ternate dan Tidore untuk membeli rempah-rempah. Dengan
keadan tersebut membuat perdagangan di Maluku semakin ramai dan hal tersebut
mendatangkan keuntungan bagi rakyat maluu. Dalam perkembangan selanjutnya
Portugis datang ke Maluku dan hal tersebut menyebabkan perdagangan tidak lancar
dan menyebabkan rakyat Maluku hidup sengsara.
D.
Kehidupan
Sosial Budaya Masyarakat Ternate dan Tidore
Kedatangan
bangsa portugis di kepulauan Maluku bertujuan untuk menjalin perdagangan dan
mendapatkan rempah-rempah. Bangsa Portugis juga ingin mengembangkan agama
katholik. Dalam 1534 M, agama Katholik telah mempunyai pijakan yang kuat di
Halmahera, Ternate, dan Ambon, berkat kegiatan Fransiskus Xaverius. Sebagian
dari daerah maluku terutama Ternate sebagai pusatnya, sudah masuk agama islam.
Oleh karena itu, tidak jarang perbedaan agama ini dimanfaatkan oleh orang-orang
Portugis untuk memancing pertentangan antara para pemeluk agama itu. Dan bila
pertentangan sudah terjadi maka pertentangan akan diperuncing lagi dengan
campur tangannya orang-orang Portugis dalam bidang pemerintahan, sehingga seakan-akan
merekalah yang berkuasa.
Setelah
masuknya kompeni Belanda di Maluku, semua orang yang sudah memeluk agama
Katholik harus berganti agama menjadi Protestan. Hal ini menimbulkan
masalah-masalah sosial yang sangat besar dalam kehidupan rakyat dan semakin
tertekannya kehidupan rakyat. Keadaan ini menimbulkan amarah yang luar biasa
dari rakyat Maluku kepada kompeni Belanda. Di Bawah pimpinan Sultan Ternate,
perang umum berkobar, namun perlawanan tersebut dapat dipadamkan oleh kompeni
Belanda. Kehidupan rakyat Maluku pada zaman kompeni Belanda sangat
memprihatinkan sehingga muncul gerakan menentang Kompeni Belanda.
BAB
III
PENUTUP
KATA PENUTUP
Sekian dari makalah yang saya buat bila ada kesalahan kata yang tidak
sengaja mohon di maafkan, untuk itu saya meminta agar pembaca memberikan kritik
dan saran agar pembuatan makalah selanjutnya bisa lebih baik lagi.
Semoga
makalah yang saya buat ini bisa menambah wawasan pembaca mengenai Kerajaan
Islam di Maluku, khususnya Ternate dan Tidore. Akhir kata saya ucapkan terima
kasih
DAFTAR PUSTAKA
Sejarah Indonesia Mata Pelajaran
Wajib untuk SMA/MA dan SMK/MK kelas X semester 2
Sumber
lain:
KRITIK…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
SARAN………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Sekian. By the way, ini blog pertama aku lhoo... masaa?? bodoo.. hahaha. Berhubung ini blog pertamaku, ini masih sangat simple, baru belajar hehehe.. Nanti jangan lupa comment ya, kasi aku masukan. thanks ya udah mampir :) :)
Kata kunci: Makalah Kerajaan Ternate dan T, Kerajaan Islam di Maluku, Makalah, Tugas Sejarah
Sekian. By the way, ini blog pertama aku lhoo... masaa?? bodoo.. hahaha. Berhubung ini blog pertamaku, ini masih sangat simple, baru belajar hehehe.. Nanti jangan lupa comment ya, kasi aku masukan. thanks ya udah mampir :) :)
Kata kunci: Makalah Kerajaan Ternate dan T, Kerajaan Islam di Maluku, Makalah, Tugas Sejarah
waahhh blognya sangat membantu, lain kali tampilannya dikerenin yah.. wajar sih baru pertama kali.. hehe
BalasHapus